Kamis, 17 Juni 2010

Hmmm... Pedas Gurih Bansus Air Mancur


Foto: Dian Anditya Mutiara. Grafis: Lucky 

SELAIN Tugu Kujang dan angkotnya bikin macet, nama Air Mancur cukup tersohor di Kota Bogor. Sama halnya dengan Jalan Pajajaran dan Taman Kencana. Air Mancur yang terletak di Jalan Sudirman punya tempat menarik untuk dikunjungi, khususnya tempat aneka macam kuliner.
BISA dikatakan, kawasan Air Mancur ini mirip dengan Bundaran Hotel Indonesia (HI) di Jakarta. Yang membedakan selain ukuran, bundaran Air Mancur merupakan taman yang setiap hari digunakan ribuan warga Bogor, bahkan juga warga dari Jakarta untuk bersantai dari sore hingga larut malam. Mereka umumnya kaum muda.
Suasana di bundaran air mancur sangat hidup dan semarak karena tempat yang menjajakan makanan di lokasi tersebut, buka hingga dini hari.
Jumat malam dan Sabtu, tempat itu menjadi lautan manusia dari berbagai kalangan. Ada kelompok motor, anak muda yang tergabung dalam klub mobil, pencinta musik dan lainnya berbaur.
Satu hal yang paling khas dari Air Mancur adalah bandrek susu (bansus).
Bisa dikatakan belum pas dan puas jika ke tempat itu tanpa meneguk minuman penghangat yang dikenal sebagai bansus Air Mancur. Bandrek, minuman ini adalah masih saudaranya bajigur, yang membedakan cuma bahan dasarnya.
Bandrek berupa campuran minuman yang terbuat dari sari jahe dan rempah-rempah, sehingga beraroma pedas dan hangat. Biasanya disajikan selagi panas.
Penambahan susu pada bandrek menjadikan rasa pedas bandrek sedikit berkurang, diganti dengan gurihnya susu. Namun ada juga yang lebih suka ditambahkan es batu sehingga jadilah bansus dingin.
Sebagai pelengkap, jajanan tenda juga menyediakan aneka jenis panganan khas Bogor yang menggoda selera, seperti lupis, ketan kukus, buras, aneka macam gorengan yang dilengkapi dengan sambal kacang.
Aneka kue ini dijual dengan harga Rp 700 dan lupisnya Rp 1.000. Berhubung bentuk warung berupa tenda dengan tempat duduk seadanya yang menghadap ke meja yang penuh gorengan, maka Anda harus rela mengantre untuk mendapat giliran kalau sedang penuh dan harus siap duduk berdesak-desakan.
Suhemi (70), salah satu penjual aneka gorengan dan bansus. Istri dari Mang Ukar (alm) ini sudah berjualan di kawasan tersebut sejak 1967. Menurutnya, sejak dahulu sang suami berjualan di lokasi yang sama dengan berbagai gorengan, rokok, kopi, teh, dan bandrek.
"Dulu Bapak malah dagangnya dipikul dan keliling, terakhir mangkal di Air Mancur. Saya biasa menyiapkan kue-kuenya," ujar nenek dari 10 cucu ini.
Sekarang, perempuan yang kerap disapa Mamih bandrek ini hanya sesekali datang ke warung, karena usahanya diteruskan oleh ketiga anaknya. Selain menu biasa, saat ini ditambah lagi sate kikil yang terasa nikmat disantap bersama buras.
"Untuk memasak seluruh makanan dilakukan keluarga secara bergotong royong. Yang penting harus tekun dalam menjalankan usaha seperti ini. Meski hasilnya gak seberapa. Alhamdulillah bisa menghidupi keluarga," katanya sambil tersenyum.
Bubur Ayam
Selain bansus, ada juga pedagang yang melengkapia dengan berjualan bubur ayam. Tidak sedikit warga Bogor, bahkan dari luar Bogor yang 'kecanduan' dengan bubur ayam Abah Ujang. Seporsinya hanya Rp 7.000. Dilengkapi pula aneka sate, mulai dari sate ati ampela, usus, jantung, telur puyuh hingga kikil yang dijual dengan harga Rp 1.500 per tusuk.
Abah Ujang mengaku sudah berjualan dikawasan itu sejak 1978. Namun awalnya hanya berjualan jamu dan bansus saja. Kemudian pada 1998 menambahkan bubur ayam.
"Waktu itu kan pas krisis ekonomi, jadi jualan jamu saja tidak cukup. Akhirnya terpikir membuat bubur ayam, lumayanlah untuk menambah penghasilan," ujarnya.
Dibantu sang istri, setiap hari dirinya memasak lima liter beras untuk dijadikan bubur ayam. Tetapi pada akhir pekan bisa hingga 14 liter beras. Sedangkan sate jerohan ayam dan kikil dipersiapkan sejak pagi hari, karena untuk mendapatkan rasa yang empuk harus direbus dahulu kurang lebih selama satu jam.
Menurutnya, yang paling lama mengolah sate usus karena harus terlebih dahulu dibersihkan kotorannya. Untuk usus ini prosesnya memakan waktu 1,5 jam. Sedangkan untuk bandreknya, Abah Ujang mengaku meracik sendiri. Bandrek ala Abah Ujang ini terdiri dari campuran jahe, kayu manis, gula merah, gula putih dan susu kental manis.
Segelas bansus panas dijual seharga Rp 3.500, sedangkan bansus dingin Rp 4.000. Rata-rata pedagang bansus itu mulai menggelar dagangan mulai pukul 16.00 hingga 04.00.
Kehadiran para pedagang sangat menolong bagi mereka yang sedang tugas di malam hari atau buat Anda yang kemalaman dan mencari sesuatu untuk menghangatkan badan. Sok atuh mampir ke bansus Air Mancur!
Martabak
Cukup berjalan sekitar 40 langkah dari tenda bubur pak ujang atau sekitar 15 meter dari tenda bansus. Anda bisa menikmati Martabak Air Mancur. Karena bentuknya permanen, para pengunjung tidak perlu berdesak-desakan duduk di kursi kayu atau antre berdiri. Banyak tempat tersedia. Mulai dari luar hingga ruangan yang ber-AC.
Dengan nyaman Anda bisa memilih dari 12 rasa martabak. Martabak Air Mancur ini memang cukup terkenal, karena memang rasa keju, coklat dan kacangnya yang tebal dan legit. Banyak yang memborong untuk dibawa jadi oleh-oleh. Harga mulai Rp 25.000. (Dian Anditya Mutiara)

http://www.wartakota.co.id

Tidak ada komentar: