Kamis, 17 Juni 2010

Kenaikan TDL Tak Sekadar Inflasi dan Subsidi

PDF Print
Wednesday, 16 June 2010
Setelah dilakukan diskusi panjang antara pemerintah dan DPR, akhirnya disepakati kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang akan diberlakukan mulai 1 Juli 2010.


Bahwa TDL akan mengalami kenaikan pada tahun ini,hal itu bukanlah isu baru karena telah diputuskan sejak tahun lalu saat pemerintah menyusun RAPBN 2010.Usulan pemangkasan subsidi listrik dari sebesar Rp47,5 triliun pada 2009 menjadi hanya Rp37,8 triliun tersebut juga telah disetujui DPR dalam Undang-Undang tentang APBN 2010. Pada saat pemerintah mengajukan RAPBN-P 2010, besaran subsidi listrik mengalami perubahan. Meskipun terjadi kenaikan alokasi subsidi, kenaikan ini tidak ada kaitannya dan tidak mengubah rencana awal kenaikan TDL. Anggaran subsidi listrik ditambah karena pemerintah dan DPR setuju untuk memberikan tambahan margin subsidi bagi PLN sebesar 5%, dari semula 3% menjadi 8%, untuk kepentingan pendanaan investasi.

Sebagai konsekuensinya, DPR dan pemerintah sepakat memberikan penambahan alokasi subsidi menjadi sebesar Rp55,1 triliun pada APBN-P 2010. Jadi diskusi beberapa hari terakhir ini hanya untuk memutuskan formula kenaikan, siapa saja yang akan dinaikkan tarifnya dan berapa tingkat kenaikannya? Lalu mencari kesepakatan cara membagi subsidi yang hanya sebesar Rp55,1.Sebagaimana diberitakan, formula kenaikan TDL telah diputuskan sebagai berikut: pelanggan kecil 450 VA hingga 900 VA tidak mengalami kenaikan, sedangkan pelanggan besar dan semua kelompok bisnis dan industri mengalami kenaikan rata-rata 6–20%.

Tak Hanya Inflasi

Bagaimana dampak dari kenaikan TDL dengan formula tersebut? Sebagian kalangan berpendapat formula kenaikan tersebut tidak akan berdampak besar bagi ekonomi karena rata-rata kenaikannya relatif rendah. Sebelum keputusan kenaikan TDL diambil, pemerintah telah berkali-kali meyakinkan publik bahwa dampak kenaikan TDL bagi ekonomi akan minimal. BPS menyatakan dampak terhadap inflasi sangat minimal. Bila TDL naik 15%, hal itu hanya akan memberikan dampak langsung pada kenaikan inflasi sebesar 0,36%. Intinya tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Apalagi formula kenaikan TDL telah membebaskan pelanggan masyarakat bawah dari kenaikan sehingga lebih adil bagi masyarakat.

Benarkah dampak kenaikan TDL bagi masyarakat sesederhana itu? Rumah tangga masyarakat bawah yang pada umumnya menggunakan daya listrik 450 VA memang tidak akan menghadapi kenaikan biaya listrik. Namun, kenaikan TDL yang terjadi di seluruh kelompok pelanggan lain pasti akan memberikan dampak langsung maupun tidak langsung.Kenaikan TDL akan memberikan efek domino sehingga industri dipastikan akan menaikkan harga produk baik barang maupun jasa. Industri makanan sebagai salah satu industri yang boros energi dipastikan akan segera menaikkan harga.Padahal, kenaikan harga bahan makanan maupun makanan akan memberikan dampak sangat signifikan bagi kelompok bawah dibandingkan kelompok menengah atas.

Alasannya karena lebih dari separuh dari pengeluaran kelompok masyarakat adalah untuk makanan.Tekanan kenaikan harga makanan akan semakin besar bila akhirnya Pertamina, yang sudah lama mengajukan kenaikan harga kepada pemerintah, juga ikut menaikkan harga LPG. Dengan porsi biaya energi pada industri makanan mencapai 10%, sulit untuk mengatakan industri makanan tidak akan menaikkan harga. Meskipun ada time lag, industri lain pun akan terdorong untuk menaikkan harga. Biaya produksi yang meningkat di berbagai industri tentu akan semakin menekan daya saing sektor industri dan menekan tingkat pertumbuhan industri yang terus melambat.

Apalagi Indonesia tengah menghadapi gempuran produk-produk murah dari China. Tambahan biaya akibat kenaikan TDL akan berdampak sangat signifikan. Apalagi pemerintah gagal untuk renegosiasi 228 pos tarif dalam kerja sama ASEAN China Free Trade Area. Dampak kegagalan ini sangat besar bagi industri tekstil, alas kaki, mainan anak, dan elektronik karena lebih dari tiga perempat pos tarif yang gagal direnegosiasi ada pada sektor ini.

Dampak kenaikan TDL akan semakin menekan industri-industri tersebut karena kelompok ini termasuk kelompok industri yang boros listrik.Akhirnya, kondisi ini akan berdampak besar bagi masyarakat bawah karena sebagian besar UMKM bergerak di sektor-sektor. Jadi, sulit untuk mengatakan bahwa hal ini tidak berdampak pada masyarakat bawah. Jadi dampak kenaikan TDL tidak hanya dapat sekadar dilihat dari kenaikan inflasi.Pertimbangan pemerintah untuk menaikkan TDL juga harus dikaji secara mendalam karena akan menekan daya beli masyarakat sekaligus daya saing industri.

Bukan Sekadar Subsidi

Pertimbangan keputusan kenaikan TDL selama ini terkesan sekadar tawar-menawar alokasi anggaran subsidi antara DPR dan pemerintah.Pemerintah mengajukan usulan pemotongan subsidi listrik, DPR mengajukan penawaran terhadap proposal tersebut. Seolah pertimbangan kenaikan TDL hanya terkait dengan keikhlasan pemerintah untuk mengalokasikan subsidi listrik dalam APBN. Padahal, selain pertimbangan dampak kenaikan TDL yang sangat luas bagi ekonomi, seperti telah dibahas, ada masalah penting yang semestinya diselesaikan DPR dan pemerintah sebelum memutuskan kenaikan TDL, yakni melakukan koreksi terhadap berbagai kebijakan yang mengakibatkan tingginya biaya produksi listrik.

Pertama, kebijakan energi pemerintah yang tidak mendukung pasokan energi bagi PLN adalah kelemahan pemerintah dan DPR yang harus diprioritaskan untuk dikoreksi.Keterpaksaan PLN untuk menggunakan energi BBM yang lebih mahal terjadi karena tidak ada kebijakan pemerintah yang menjamin pasokan energi yang lebih murah bagi PLN. Akibatnya, PLN kehilangan peluang untuk melakukan penghematan biaya produksi yang nilainya semakin besar dari tahun ke tahun. Menurut BPK,besarnya kesempatan penghematan untuk tahun 2008 hampir Rp28 triliun lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.

DPR semestinya memprioritaskan untuk menekan pemerintah melakukan perubahan kebijakan agar dapat memberikan jaminan pasokan energi yang lebih murah bagi PLN.Perubahan kebijakan ini akan dapat menekan besaran subsidi yang harus dialokasikan dalam APBN. Bila kondisi ini dibiarkan, tingginya biaya produksi seolah tidak ada solusi. PLN juga seolah tidak bisa diminta untuk bertanggung jawab atas pemborosan yang terjadi karena semua tergantung kebijakan energi pemerintah. Kedua, DPR dan pemerintah harus mendesak PLN untuk memperbaiki manajemennya.Temuan BPK menunjukkan sangat banyak kelemahan dalam manajemen PLN yang berpotensi mendorong meningkatnya biaya produksi dan mengakibatkan potensi hilangnya pendapatan.

Selain karena susut energi juga masih sangat banyak tunggakan pembayaran listrik dari para pelanggan besar. Masih banyak perbaikan yang dapat dilakukan untuk menjaga agar TDL tidak dinaikkan bila ekonomi tidak sanggup menanggung. Sangat banyak pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dan DPR dalam meningkatkan pelayanan listrik bagi masyarakat dan penyediaan listrik bagi industri. Bila pekerjaan rumah tersebut tidak dikerjakan, setiap tahun hanya akan terjadi tawar-menawar besaran subsidi listrik,tetapi tetap menutup mata terhadap masalah pokoknya.(*)

Hendri Saparini
Director Econit Advisory Group 
 
http://www.seputar-indonesia.com

Tidak ada komentar: