Kamis, 17 Juni 2010

SUARA MAHASISWA, Kon(tro)versi Dana Aspirasi

PDF Print
Wednesday, 16 June 2010
MUNCULNYA wacana yang diusulkan fraksi Golkar dalam rapat paripurna tentang adanya dana aspirasi terus menuai kecaman.

Hal ini menjadi kontroversi, sebab tak tanggung-tanggung dana yang disebut sebagai dana pembinaan daerah pemilihan (dapil) ini mencapai Rp8,4 triliun atau Rp15 miliar per anggota Dewan. Menjadi kontroversi di saat pandangan sinis terhadap kinerja para anggota Dewan semakin berada di titik nadir. Sebut saja mulai dari kualitas legislasi undang-undang yang rendah sehingga sering ”kalah” ketika di-judicial review ke Mahkamah Konstitusi ataupun sering bolosnya para anggota Dewan dalam setiap rapat penting, yang membuat proses pembahasan dan pengesahan RUU tersendat sehingga tiap tahunnya target Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tidak pernah tercapai. Maka sungguh di luar kewajaran jika para anggota Dewan ini meminta ”jatah” dari APBN untuk dana aspirasi.

 Dalam perspektif saya, dana tersebut tidaklah penting dan lebih baik dikonversikan pada alokasi-alokasi sektor lain yang lebih penting dan mendesak seperti untuk kesejahteraan rakyat,mengentaskan masyarakat dari kemiskinan,mengurangi pengangguran dan lain sebagainya. Ada beberapa alasan kenapa saya kurang sepakat dengan pengusulan dana aspirasi tersebut. Pertama, pengusulan dana aspirasi itu sangatlah rancu karena hal itu bertentangan dengan kewenangan DPR.Sebab DPR tidak berhak untuk mengajukan anggaran di APBN. Hak bujet yang dimilikinya hanya sebatas fungsi anggaran untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidaknya terhadap pemerintah.Selain itu juga danadana untuk pembangunan di setiap daerah sudah dialokasikan melalui departemen dan lembaga-lembaga eksekutif.

Kedua,dana aspirasi ini rawan penyalahgunaan dana untuk kepentingan politik praktis.Saya memaknai hal ini sebagai money politic gaya baru. Money politic tidak saja saat pemilu berlangsung, dalam hal ini pun dikategorikan money politic, sebab ultimate goal-nya adalah pemilu 2014 kelak agar kursi mereka tetap “aman”. Ketiga, dana aspirasi ini ditengarai akan salah sasaran. Kita harus belajar bagaimana nasib dari voucher pendidikan yang diamanatkan Kementrian Pendidikan kepada anggota Dewan, yang ternyata orangorang yang mendapatkannya adalah orang yang berafiliasi dengan partai politiknya. Begitu jua tampaknya nasib dana aspirasi ini kelak jika digolkan.

Ketiga, permintaan “jatah“ ini adalah akal-akalan dari para anggota Dewan untuk mengembalikan dana-dana sponsorship saat kampanye pemilihan legislatif (pileg) kemarin. Bukan rahasia lagi bahwa duduknya mereka di kursi DPR RI saat ini menghabiskan biaya yang sangat banyak. Para anggota Dewan sangat pintar.Mereka tidak mau terjebak dan terjerat oleh komisi pemberantas korupsi (KPK).

Mereka belajar betul, sebab sudah banyak para anggota Dewan kawan-kawan mereka yang dijebloskan ke bui karena tindakan KKN (penyuapan,pemerasan, mafia kasus, mafia proyek, dll) sehingga mereka mencari jalan yang ”seolah-olah” legal dengan jalan “mengemis“ kepada pemerintah untuk disediakannya dana aspirasi.(*)

Oki Sukirman Dzil-Akhwaini
Mahasiswa UIN Sunan Gunung Jati, Ketua Badko HMI Jawa Barat 
 
http://www.seputar-indonesia.com

Tidak ada komentar: