Kamis, 17 Juni 2010

Berkat Kegigihan,Bisnisnya Mampu Menembus Pasar Ekspor

PDF Print
Thursday, 17 June 2010
ImageGIGIH: Winata Riangsaputra berhasil mengembangkan Wintoys hingga mampu menembus pasar ekspor.


Kerja keras dan kegigihan.Itulah kunci di balik keberhasilan Wintoys menjadi salah satu produsen mainan anak edukatif yang disegani di Indonesia.

WINTOYS lahir sebagai bisnis keluarga. Itulah kenapa pemilik sekaligus penerus usaha ini,Winata Riangsaputra, paham benar arti kerja keras dan kegigihan. Adalah ayah Winata, Hono Sentoso, yang awalnya babat alas bekerja keras,ibarat kaki menjadi kepala,kepala menjadi kaki,membangun usaha tersebut.

Winata bercerita, awal kelahiran Wintoys bermula dari usaha ayahnya sebagai pembuat meja mesin jahit.Usaha tersebut dirintis pada 1988.Ayah Winata memproduksi meja mesin jahit merek-merek ternama di Tanah Air.Perkembangan usaha ini sebenarnya menjanjikan. Namun, karena salah manajemen, usaha tersebut kembang kempis. Ketika mengalami keterpurukan, Winata mengatakan, ayahnya mendapat kepercayaan dari orang Taiwan untuk membuat alat permainan olahraga.Orang itu mengenal ayah Winata dari pekerjaannya membuat meja mesin jahit. Dia memesan 10.000 set alat permainan baseball, mini snooker, raket,dan lain-lain.Setelah terjadi kesepakatan,mulailah kerja sama tersebut dilakukan. Mulanya kerja sama berlangsung lancar. Tiap pesanan dipenuhi, pemesan langsung membayar.

Dengan tambahan modal dari kerja sama dengan orang itu, usaha pembuatan meja mesin jahit pun dihidupkan lagi meski kapasitasnya tidak seperti awal. Namun, kembali, nasib kurang mujur menimpa usaha yang digeluti ayah Winata.Pihak pemesan melakukan penipuan. Pesanan yang sudah diambil tak juga dibayar. Kerja sama tersebut berakhir dengan kerugian besar dialami ayah Winata. Di saat merugi seperti itu, pertolongan datang dari Bank Rakyat Indonesia. Bank BRI memberikan bantuan modal agar usaha pembuatan mesin jahit yang digeluti ayah Winatadapatberkembanglagi. Namun,lagi-lagi,belum juga usaha pembuatan mesin jahit berjalan, kios yang dimiliki ayah Winata di Pasar Turi, Surabaya, Jawa Timur, terbakar.

Semua habis tak tersisa. Kios habis terbakar, semua peralatan usaha tak ada lagi, sementara kewajiban membayar pinjaman ke bank mesti dipenuhi. Jalan buntu benar-benar dihadapi keluarga Winata saat itu. Beruntung, pihak bank mengerti masalah yang dihadapi setelah secara ksatria ayah Winata menjelaskan duduk persoalan sebenarnya. Malah, Bank BRI kembali memberikan pinjaman modal agar usaha keluarga Winata kembali bangkit. “Dari pinjaman awal di bawah Rp100 juta,kami dipinjami lagi lebih dari Rp300 juta. Pesan bank saat itu adalah pinjaman benar-benar dimanfaatkan untuk usaha, jangan untuk foya-foya,” kata Winata. Dari pinjaman tersebut, lahirlah usaha pembuatan mainan anak-anak. Usaha tersebut dikembangkan berbekal keahlian ayah Winata yang memang sejak awal menggeluti bidang usaha dari kayu.Jodoh dalam berusaha sepertinya ditemukan keluarga Winata melalui usaha pembuatan mainan anak-anak.

Terbukti, usaha tersebut menunjukkan tren positif. Ditambah, saat terjun ke bisnis tersebut pada 2004, usaha sejenis masih langka. Pertumbuhan usaha mainan anak-anak yang dijalankan keluarga Winata tak luput juga dari perkembangan dunia pendidikan, khususnya pendidikan anak usia dini di Tanah Air.Kalau dulu masyarakat Indonesia hanya mengenal pendidikan taman kanak-kanak sebagai jenjang awal bagi pendidikan putra-putrinya, kini telah lahir play group yang khusus mendidik anak-anak usia balita. Perkembangan dunia pendidikan pun dibarengi dengan metode pembelajaran yang makin variatif. Anak-anak usia dini sudah dikenalkan dengan permainan-permainan edukatif untuk merangsang perkembangan saraf sensorik dan motorik mereka.Pola pembelajaran seperti ini sudah lazim diterapkan dalam pendidikan anak usia dini di negara-negara maju.

“Pertumbuhan usaha ini kami akui memang berkat kesadaran masyarakat yang berupaya mengoptimalkan pertumbuhan anaknya sejak dini.Perkembangan dunia pendidikan di Tanah Air juga turut membantu perkembangan usaha ini,”terang Winata yang kini didaulat sebagai Chief Executive Officer (CEO) Wintoys. Sebagai penerus usaha keluarga, Winata mengaku,kesuksesan yang diraih saat ini tak bisa dilepaskan dari kerja keras dan kegigihan orang tua, terutama ayahnya. Sosok ayah bagi dia adalah guru teladan di bidang wirausaha. “Beliau adalah sosok yang pantas mendapatkan kesuksesan saat ini. Semua karena berkat kegigihan beliau dalam berusaha,”papar Winata tentang sosok ayahnya. Kini Wintoys yang memiliki situs dunia maya (www.win-toys. com) terus memproduksi beragam permainan anak edukatif dari bahan kayu untuk memenuhi permintaan pasar.

Dengan total 162 karyawan,Wintoys mampu memproduksi aneka puzzle sebanyak 1.000–3.000 item per hari. Puzzle menjadi andalan produk Wintoys, selain jenis mainan anak edukatif lainnya. Berbeda dengan perusahaan lain yang lebih dulu menyasar pasar lokal,Wintoys justru lebih dulu bermain di pasar ekspor. Mengandalkan produk berkualitas tinggi, tujuan ekspor Wintoys meliputi Belanda, Inggris, Jerman,Swedia, Amerika Serikat, Italia,Australia, Austria,dan negara-negara lain. Setelah sukses di pasar ekspor, barulah Wintoys memenuhi permintaan pasar domestik. Untuk memenuhi tuntutan pasar ekspor dan domestik, Wintoys pun memiliki dua manajemen tersendiri, masing-masing PT Gunung Mas Sumanco dan PT Win Investama. Sumanco yang dipimpin ayah Winata, Hono Sentosa, lebih berkosentrasi pada pasar ekspor.

Adapun Winata diserahi tugas memimpin Win Investama yang lebih banyak menyasar pasar lokal. Dengan pola manajemen rapi dan jangkauan pemasaran yang tersebar dari Nusantara hingga berbagai penjuru dunia,tak mengherankan bila Wintoys mampu meraih omzet besar. Untuk pasar lokal saja, omzet Wintoys mencapai Rp450 juta–500 juta per tahun. Untuk pasar luar negeri,Wintoys mampu menangguk omzet rata-rata Rp1,6 miliar per tahun. ”Data itu adalah laporan yang kami bukukan tahun lalu,”ujar Winata. Meski produk yang dihasilkan telah menembus pasar ekspor,satu hal yang tentu membuat bangsa ini bangga adalah seluruh produk menggunakan 100% bahan lokal, termasuk seluruh karyawannya adalah orang lokal.Pemberdayaan pekerja dan produk lokal tentu saja mendorong usaha lain,seperti pemasok bahan baku, berkembang.

Menurut Winata, untuk menjadikan Wintoys yang merupakan akronim winning together––atau bisa juga diartikan menuju kesuksesan bersama-sama––menjadi pemimpin pasar di industri mainan edukatif anak, inovasi produk menjadi sebuah keharusan.“Tanpa inovasi, industri ini akan kalah dengan pesaing, terutama produk bangsa lain.Selain tentu saja tetap menjaga kualitas,”ungkapnya. Setelah inovasi, hal yang juga mesti dilakukan adalah cermat melihat peluang pasar. Di sini, kata Winata, fleksibilitas dalam memenuhi permintaan pasar juga diperlukan. Sebagai contoh, untuk pasar Eropa, binatang seperti babi lazimnya tetap diterima di setiap kemasan produk puzzle-nya. Namun, tidak demikian untuk pasar Timur Tengah yang mayoritas penduduknya muslim atau untuk ekspor ke negara muslim lain.

Demi memenuhi permintaan tersebut, dia pun membuang binatang babi di produknya.“Kami ada permintaan puzzle sekitar 100.000 pieces tiap tahunnya ke Turki. Karena Turki adalah negara dengan mayoritas muslim, mereka minta tidak memakai binatang babi. Kami penuhi permintaan mereka,” ujarnya. Dengan komitmen tinggi seperti itu, cita-cita Wintoys meraih kesuksesan secara bersamasama sepertinya bukan isapan jempol semata. (sugeng wahyudi) 
 
http://www.seputar-indonesia.com

Tidak ada komentar: